PALI — TEROPONGSUMSEL.COM Sebuah tarian khas yang lahir dari kekayaan sejarah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menjadi simbol kebudayaan daerah yang tak hanya menggugah secara artistik, tetapi juga menyimpan nilai edukasi yang tinggi, Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu berhasil menorehkan jejak kebudayaan lewat karya tari yang tak sekadar indah juga sarat makna sejarah.
Tari ini bukan sekadar rangkaian gerak tubuh yang teratur dan berirama. Ia adalah bentuk pengabdian kepada sejarah, interpretasi tubuh terhadap warisan nenek moyang, dan media ekspresi budaya yang terinspirasi dari kompleks Cagar Budaya Nasional Candi Bumi Ayu situs percandian Hindu terbesar di Sumatra yang diyakini berasal dari abad ke-9 hingga 13 Masehi pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Dewanti Permata Sari, S.Pd, penggagas sekaligus Owner Sanggar Poejang Toean Laoe, Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu lahir pada tahun 2015 berangkat dari semangat untuk memperkenalkan sejarah dan budaya Kabupaten PALI ke tingkat nasional. Gagasan awalnya muncul saat persiapan mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). Candi Bumi Ayu yang terletak di Kecamatan Tanah Abang dipilih sebagai inspirasi utama.
“Candi itu bukan hanya bangunan batu. Ia menyimpan denyut sejarah dan peradaban. Melalui gerak tari ritus ini, kami ingin memperlihatkan kegagahan dan filosofi spiritual yang terkandung dalam relief dan arca Candi Bumi Ayu,” ujar Dewanti.
Tari ini digarap tidak sendiri. Dewanti dibantu oleh Nurdin, S.Pd., M.Sn., dosen Jurusan Seni Pertunjukkan Universitas PGRI Palembang yang juga seniornya di Jurusan Sendratasik. Keduanya berkolaborasi menciptakan tarian yang bukan hanya estetis, namun juga edukatif dan filosofis. Tarian ini pertama kali dipentaskan oleh enam penari, terdiri dari tiga laki-laki dan tiga perempuan.
“Ada salah satu Kakak tingkat pada saat kuliah di Jurusan Sendratasik dan sekarang menjadi Dosen terbaik di Universitas PGRI Palembang Jurusan Seni Pertunjukkan (Nurdin, S.Pd., M.Sn.), beliaulah yang menjadi salah satu orang yang menciptkan tarian ini, kemudian saya kembangkan,”ungkap Dewanti.
Diungkapkan Dewanti, Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritus dan diwujudkan melalui tubuh manusia yang mengandung unsur keindahan. Dibalik tarian Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu ini tersimpan jati diri sebuah kerajaan yang nyaris merajai seluruh bumi Nusantara yang ada di Kerajaan Sriwijaya.
Setiap gerakan dalam Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu mengandung simbolisme mendalam. Mulai dari postur menyerupai relief arca, hingga gestur yang menirukan kekuatan para raja Sriwijaya. Kostum yang digunakan pun mencerminkan kemegahan dan kewibawaan masa lampau mengingatkan pada sosok Kedebong Undang, simbol kepemimpinan adat setempat.
Musiknya disusun dengan ritmis dengan nuansa atmosfer spiritual dan magis khas zaman kerajaan Hindu-Sriwijaya. Menggambarkan bentuk penggabungan antara unsur historis, estetis, dan spiritual yang menjadikan Tari Ritus bukan sekadar hiburan, melainkan media pelestarian nilai-nilai budaya warisan leluhur.
Sanggar Poejang Toean Laoe Wadah Pelestarian Budaya
Sanggar yang menjadi rumah bagi tari ini, Poejang Toean Laoe, tak sekadar menjadi ruang pentas seni. Di sinilah generasi muda dibentuk karakternya melalui seni tari. Dengan jadwal latihan rutin tiga kali seminggu di Gedung Arya Gayab, Desa Babat, sanggar ini menjadi tempat menempa anak-anak dan remaja dari berbagai jenjang usia.
“Sanggar Poejang Toean Laoe memiliki sekitar 50 anggota yang belajar seni tari, untuk kategori anak SD sekitar 50% dan 50% anggotanya terdiri anak SMP, SMA/SMK dan umum,” kata anak ke-2 dari 3 bersaudara itu.
Menurut Dewanti Permata Sari, S. Pd., seni tari merupakan alat untuk mengekspresikan gerak dan suara sangat penting untuk melatih motorik anak-anak.
“Tarian yang dipelajari anak-anak tersebut hanya merupakan media saja, yang terpenting adalah bagaimana membentuk karakter dan kreativitas anak-anak melalui gerak tari,” katanya.
Prestasi dan Apresiasi
Tak hanya kaya makna, Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu juga menorehkan sejumlah prestasi membanggakan. Sejak 2015 hingga kini, tari ini telah tampil di berbagai ajang bergengsi, di antaranya:
1. Juara 1 FLS2N Tingkat Kabupaten PALI (2015)
2. Juara 3 Tari Kreasi Daerah Tingkat Provinsi Sumsel (2017).
3. Penampilan di Festival Sriwijaya XXV dan XXVII (2016, 2018).
4. Festival Gendang Melayu Lubuklinggau (2018)
5. Festival Basemah Pagaralam (2018)
Puncaknya, pada tahun 2025, tarian ini ditetapkan sebagai produk unggulan daerah dalam program One Village One Product (OVOP), secara resmi ditetapkan oleh Bupati PALI, Asgianto, ST., dalam acara 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten PALI periode 2025-2030, hal ini menandai pengakuan resmi terhadap nilai budaya dan ekonominya.
Sementara Kepala Desa Babat Ari Meidiasyah, S. Pd., M. Pd., menyatakan bahwa pemerintah desa Babat selalu siap bersinergi dengan Kabupaten PALI untuk memajukan kabupaten PALI disegala bidang, ia mengatakan meskipun dengan segala keterbatasan pemerintah desa Babat telah membuat Inovasi “BETIS SINTA” (Belajar gratis Seni Tari) bekerja sama dengan Sanggar Poejang Toeanlaoe.
“Ini merupakan bentuk kepedulian kami terhadap seni budaya Kabupaten PALI, kami juga mengucapkan Terima Kasih kepada Bupati Kabupaten PALI melalui Dinas Kebudayaan dan pariwisata serta Dinas Koperasi & UKM yang selalu melibatkan Sanggar dari desa Babat untuk menjadi Delegasi Kabupaten PALI di beberapa Event baik event di dalam Kabupaten maupun di tingkat Provinsi,” pungkas Kepala Desa Babat.
Tantangan dan Harapan
Dewanti berharap Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu dan Sanggar Poeyang Toean Laoe dapat dapat terus hidup dan berkembang, dengan melakukan kolaborasi antar anggota sanggar tari, menggelar pertunjukkan secara teratur serta melibatkan generasi muda dalam setiap kegiatan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap Tari ritus Tubuh Candi Bumi Ayu.
“Kami percaya, dengan pendekatan yang tepat dan kolaborasi antar sanggar, tari tradisional bisa tetap hidup,” ujar Dewanti.
Dukungan pemerintah daerah pun terus diharapkan, baik dalam bentuk fasilitas, promosi, maupun regulasi yang mengakui dan melindungi karya seni lokal. Ke depan, Dewanti dan timnya berharap Tari Ritus Tubuh Candi Bumi Ayu bisa dipatenkan dan tampil di setiap acara formal maupun nonformal sebagai ikon budaya Kabupaten PALI. (Red)