DLH PALI Investigasi, Publik Desak Transparansi Hasil Uji Limbah PT GBS ‎

PALI – TEROPONGSUMSEL.COM
‎Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PKS) milik PT Golden Blossom Sumatra (GBS) tengah menjadi sorotan publik. Pabrik raksasa yang beroperasi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) ini memiliki kapasitas giling hingga 90 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Artinya, dalam sehari PT GBS mampu mengolah sekitar 1.800 ton TBS.

‎Dalam proses industri sebesar itu diperkirakan membutuhkan sedikitnya ribuan meter kubik air atau setara lebih dari dua juta liter air per hari dalam proses produksi. Konsumsi air yang masif otomatis menghasilkan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent/POME) dalam volume besar.

‎Fakta inilah yang memicu kekhawatiran masyarakat, mengingat potensi pencemaran lingkungan sangat besar apabila limbah tidak dikelola sesuai standar baku mutu.

‎Meski Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PALI  bersama Sucofindo telah mengambil sampel inlet dan outlet untuk uji laboratorium, publik tetap mendesak transparansi. Pasalnya, waktu tunggu 10–14 hari kerja untuk hasil uji laboratorium dianggap terlalu lama, sementara dampak pencemaran bisa langsung dirasakan warga.

‎Ironi semakin mencuat ketika LSM Elemen Masyarakat Abab Bersatu (EMAB) menemukan indikasi bahwa PT GBS hanya menampung limbah cair di kolam tanah, tanpa konstruksi beton atau sistem pengolahan teknis.

‎Temuan ini menuai respon dari pemerhati lingkungan di Kabupaten PALI, Napoleon yang menilai bahwa hal itu diduga melanggar regulasi lingkungan sekaligus bertentangan dengan prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sertifikasi yang sudah dikantongi perusahaan.

‎”Bisa dibayangkan, jutaan liter air limbah setiap hari itu dibuang ke mana? Kalau tidak ada pengolahan yang benar, jelas akan merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat,” kata  Napoleon.

‎Menurutnya, berdasarkan Permentan No. 38/2020 tentang Sertifikasi ISPO, Prinsip 5 secara tegas mengatur kewajiban perusahaan sawit dalam menjaga kelestarian lingkungan, yakni termasuk, pengelolaan limbah cair dan B3 sesuai aturan, pencegahan pencemaran air, tanah, dan udara,serta perlindungan terhadap masyarakat sekitar.

‎Lebih lanjut, Napoleon mengatakan bahwa berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 menegaskan bahwa limbah berbahaya tidak boleh dibuang ke tanah tanpa pengolahan teknis.

‎“Kalau benar temuan ini, berarti sertifikasi ISPO hanya formalitas. Kredibilitas audit perlu dipertanyakan,” ujar Napoleon,(3/10).

‎Meskipun demikian, Napoleon mengatakan bahwa keberadaan perusahaan seperti PT GBS  harus memberikan manfaat bagi masyarakat seperti memberdayakan tenaga lokal skil dan non skill serta wajib melakukan upaya pengelolaan dan  perlindungan lingkungan.

‎”Publik kini menanti apakah Kementerian Pertanian, lembaga sertifikasi ISPO, maupun Pemkab PALI berani menindak PT GBS. Jika terbukti lalai, pabrik sawit dengan produksi raksasa itu bukan hanya berpotensi mencemari lingkungan, melainkan juga terancam ditutup,” pungkasnya. (TIM)

Related posts

Leave a Comment