PALI – TEROPONGSUMSEL.COM
Di tengah kemewahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tahun 2025 yang mencapai Rp 1,5 triliun, kondisi sektor pendidikan justru memprihatinkan dalam keterbatasan. Ruang kelas rusak, sarana belajar tak memadai, bahkan ada sekolah yang berubah menjadi sarang kelelawar, serta siswa terpaksa belajar di bawah terik matahari beralas terpal.
SMP Negeri 4 Talang Ubi di Desa Karta Dewa menjadi potret buram dunia pendidikan di PALI. Dari 14 ruang kelas yang tersedia, hanya 9 yang dapat digunakan. Ribuan kelelawar bersarang di plafon gedung sekolah, menyebabkan bau menyengat dan gangguan serius dalam proses belajar-mengajar. Beberapa guru dan siswa bahkan harus menggunakan masker saat berada di dalam kelas.
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Talang Ubi, Nurjanah, S.Pd., melalui Wakil Kurikulum, Riana Febrianty, S.Pd., menyampaikan bahwa cukup prihatin dengan kondisi tersebut, bagaimanapun sekolah harus tetap berjalan.
”Kalo untuk kenyamanan, dipaksakan nyaman. Karena bagaimanapun sekolah harus tetap berjalan, ” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa pihak sekolah menyiasatinya menggunakan perpustakaan, mushallah, bahkan belajar di luar ruangan berlas terpal.
”Siswa terpaksa belajar di musholah, ruang perpustakaan, bahkan di luar ruangan seperti di bawah pohon beralaskan terpal,” kata Riana, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah bidang KuKurikulum.
Pihak sekolah telah berupaya maksimal untuk menanggulangi permasalahan ini,namun tak kunjung membuahkan hasil. Riana berharap ada solusi konkret agar tidak berdampak gangguan bagi kesahatan guru dan siswa, serta bisa memberikan kenyamanan proses belajar mengajar secara jangka panjang.
Kondisi ini bukan kasus tunggal. Berdasarkan data dihimpun, sekolah di kabupaten PALI masih kekurangan 213 ruang kelas belajar layak untuk jenjang SD dan 36 ruang kelas untuk SMP. Fasilitas pendukung seperti laboratorium komputer dan perpustakaan juga belum tersedia di banyak sekolah.
Data menunjukkan besaran anggaran pendidikan untuk sarana dan prasarana fisik hanya sekitar Rp 36 miliar, sementara anggaran mobil dinas Rp 12,2 miliar. Dari total APBD Rp 1,5 triliun, hanya untuk infrastruktur pendidikan sekitar 2,36 persen dari keseluruhan anggaran.
Dari jumlah itu, Rp 22 miliar digunakan untuk pembangunan ruang kelas, perpustakaan, dan lab komputer, sanitasi toilet sekolah Rp 2,4 Miliar Sisanya dihabiskan untuk paving blok halaman, pagar beton, dan jasa konsultan.
Sebaliknya, pemerintah daerah justru menganggarkan Rp 12,2 miliar hanya untuk pengadaan dan sewa kendaraan dinas serta tamu VVIP.
Angka ini hampir setengah dari total anggaran pendidikan fisik, namun tak berdampak langsung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Tak tanggung taggung, belanja pembukaan jalan baru dengan anggaran besar juga menjadi peyumbang ketinpangan anggaran pendidikan. Padahal, data dilapangan
menunjukkan diperkirakan sekitar 95 persen infrastruktur jalan di wilayah Kabupaten PALI sudah dalam kondisi baik dan tersisa sedikit lagi jalan yang belum terselesaikan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan serius mengenai prioritas anggaran pemerintah daerah. Ketika ruang kelas ambruk, sarang kelelawar menguasai sekolah, dan siswa belajar di luar ruangan dibawah terik matahari beralas terpal, sementara pejabat melaju dengan mobil dinas baru. maka pertanyaan besar arah pembangunan yang berlangsung, apakah benar benar untuk rakyat, atau untuk elite pejabat?. (Red/TIM)