Sen. Jun 9th, 2025

BANYUASIN – TEROPONGSUMSEL.COM
Dari hasil investigasi Tim Wartawan di temukan adanya indikasi kuat penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) fiktif yang diduga melibatkan oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banyuasin.

Dilansir dari Sululuhnusantara.news- yang terbit pada Rabu 2/6/2025 kemarin temuan ini ialah poin krusial pememicu konflik agraria berkepanjangan di wilayah Sungai Nipah Kuning dan Gulang-gulang, Desa Pangkalan Benteng, Kecamatan Talang Kelapa, (5/6)

Sejumlah nama warga Desa Gasing Laut disebut tercantum dalam dokumen SHM 2008 yang diterbitkan BPN Banyuasin, yang dikatakan pula dijadikan dasar klaim oleh sebuah perusahaan. Namun anehnya para warga yang namanya tercantum dikabarkan membantah dengan tegas keterlibatan mereka dalam urusan dimaksud.

“Kalau nama saya ada dalam sertifikat itu, itu tidak benar. Nah apalagi tahun 2008, saya tidak pernah punya tanah di sana. Jangankan punya tanah, menginjakkan kaki di lokasi itu pun tak pernah,” ujar salah satu warga Gasing Laut, yang identitasnya minta kami rahasiakan.

Menurut pemantauan wartawan di lapangan, gejolak kasus ini telah berlangsung sejak 2009 dan kembali mencuat ke publik pada 2022 hingga 2023. Serangkaian mediasi telah dilakukan, termasuk turunnya surat dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg RI) kepada Bupati Banyuasin pada April 2022, serta turunnya Tim Satgas Mafia Tanah oleh Mabes Polri.

Namun, hingga pertengahan 2025, konflik belum juga menemui titik terang.Proses penyelesaian kasus terkesan tidak transparan. Fakta-fakta penting kerap tertutup, dan hingga kini belum ada penjelasan resmi yang utuh dari lembaga terkait. Media ini merasa terpanggil untuk melakukan penelusuran investigatif secara mandiri, guna membuka tabir dugaan praktik manipulasi dalam penerbitan SHM yang diduga fiktif.

Pihak yang disebut-sebut sebagai PT SCR atau David Dinamianto dkk, terus beraktivitas ekonomi tanpa menggubris polemik yang terjadi, seakan tak terganggu oleh konflik sedang terjadi.Sebaliknya, masyarakat lokal justru merasa teraniaya, di intimidasi, penggusuran, hingga kerusakan atas tanaman mereka.Kesulitan mengungkap dugaan pelanggaran administratif hingga pidana dalam penerbitan SHM, didukung oleh warga yang enggan menempuh jalur hukum karena takut berurusan dan khawatir terhadap tekanan sosial.

Seorang tokoh masyarakat menegaskan bahwa penerbitan SHM tanpa dasar hukum yang sah bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi dapat masuk dalam ranah pidana.

“Ini bukan hanya soal hak atas tanah, tapi menyangkut integritas lembaga negara dalam melindungi data dan hak rakyat,” tegasnya.

Dalam perkembangan terakhir, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumatera Selatan telah mengeluarkan surat rekomendasi.

“Inti rekomendasinya bahwa sebelum ada putusan pengadilan yang final, belum ada pihak yang dinyatakan selaku pemilik sah dari lahan yang disengketakan,” ujar J, dari pihak Kemenkumham Sumsel, pada Desember 2024 lalu via chating.

Tanggapi surat rekomendasi itu, warga masih enggan membawa perkara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena keterbatasan biaya.”Kami ini rakyat susah dan tidak punya biaya untuk ke PTUN” Jawab ST salah seorang perwakilan warga pangkalan benteng.

Begitupun pihak perusahaan yang terkesan hanya bungkam. Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum didesak segera meninjau ulang secara menyeluruh dan transparan. Jika dibiarkan, kasus dapat menjadi preseden buruk yang memperkuat praktik mafia tanah sekaligus menggerus kepercayaan publik terhadap sistem pertanahan nasional.Hingga berita ini ditayangkan, pihak BPN Banyuasin belum memberikan keterangan resmi. (Diyono)

By Diyono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *